Rabu, 06 Juli 2011

CINTA HARUS MEMILIH III (By : Agpra)

Jam sekolahan berjalan cepat rasaku, aku tak tahu mengapa. Namun hatiku terasa berdegup kencang, keringatku mengalir dan darahku mendesir memberontak fikiranku untuk dapat memutar otak secepat mungkin sebelum bel pulang berbunyi. Belum selesai aku berfikir, bel berbunyi. Kali ini sebuah kata yang berarti akan terucap dari bibir kecilku.

“Nara!” panggil reza dan ilham bersamaan
“Iya? Ada apa? Perlu bantuan? Hehe” jawabku yang cemas menatap wajah dibelakangku
“Kita berdua pengen lu dateng ntar sore ke sekolah buat liat kita latihan. Gimana? Lu mau kan ra?” pinta reza padaku
“Oke gue usahain ya. Doain aja gue nggak sibuk ntar. Hihi.” Candaku
“Siang ini, kita pulang kerumah sendiri-sendiri kan? So, nggal ada acara nebeng Rafael ama morgan nih. Haha.” Canda rangga yang sedang membereskan buku
“Pasti, gue juga ada urusan penting kok. Yuk ra, kita duluan.” Ajak Rafael
“Emmhh, iya fa. Kita duluan ya guys. Bye.” Kulambaikan tanganku kepada mereka semua. Sedangkan tanganku lainnya sudah erat dicengkraman Rafael

Tak kusadari, sepasang mata atau mungkin beberapa pasang mata memperhatikan kami. Dan terutama aku. Ada dua pasang mata yang menatap kami tajam. Seakan ingin bertanya dan berkata. Namun tak terucap.
Rafael mengendarai mobil dengan santai, dingin. Sama sekali tak ada percakapan diantara kami setelah kejadian tadi. Hingga kamipun sampai disebuah taman yang sepi namun indah.

“Raf? Ngapain lu bawa gue kesini?”
“Gue pengen lu jawab hati gue disini. Apapun jawaban lu, gue bakalan terima kok ra.”

Trenyuh hatiku mendengarnya, aku memang menyayanginya namun hanya sebagai kakak dan sahabat untukku. Tak lebih, tak akan lebih. Mungkin.

“Maaf ya raf. Lu tau kan, kia udah jadi sahabat selama ini. Dan 5 tahun itu bukan waktu yang cepet raf. Kita udah bangun persahabatan ini dari nol. Lu mau semua hancur Cuma karena keegoisan semata?” jawabku lengkap
“Gue tau maksud lu ra, lu lebih bertahan dengan persahabatan kita. Seperti apa yang gue omongin sebelumnya. Gue terima semua jawaban lu. Karena gue tau alesan lu apa ra. Tapi gue yakin dan gue tau, kalo perasaan gue nggak salah ra. Gue sayang lu.” Jawab Rafael yang kemudian pergi meninggalkanku
“Rafael? Kenapa lu tinggalin gue? Huh.” Gerutuku

Yang terfikir saat itu hanya menelfon dicky atau rangga dan kusuruh mereka untuk menjemputku. Dan pada akhirnya, jari manisku menuntunku untuk menekan tombol ‘call’ pada nama dicky . dan tak lama kemudian, dicky datang. Dia Nampak beda, harumnya bajunya dan caranya berdandanpun berbeda. Kenapa ya ? hmmm..

“Lu kenapa beb kok beda?” tanyaku keheranan
“Nggak, gue fine fine aja kok. Hehe, pengen aja.”
“Hmmm, oke.” Singkatku
“Keluar yuk ra. Masa habis ini trus pulang sih?” Tanya dicky yg ragu
“Mmmm, oke. Boleh kok. Tapi jangan lama-lama ya. Kita cari caffe aja buat ngobrol sama minum. Gimana?”
“Okidii bebeh. Hehe.” Katanya dengan senyum manja

Mobil melaju kecang, meninggalkan ribuan pohon dipinggir jalan. Melihat lampu-lampu jalanan yang berkedip ke arahku. Seperti menunjukkan akan ada sesuatu yang akan terjadi. Dan mobilpun sampai pada peraduannya.

“Oke turun.” Kataku
“Eiitsz, tunggu ra. Biar gue buka pintunya buat lu.” Tangkas dicky dengan menggenggam tanganku
“oke.” Singkat

Dicky lalu membuka pintu mobil untukku. Dia mengiringiku bagaikan seorang putri kerajaan terindah didunia. Sungguh istimewa. Dan ini adalah hal yang jarang dilakukannya padaku. What’s wrong ?

“Tunggu, biar gue ambilin kursi buat lu.” Yang kemudian menarik kursi bewarna coklat untukku
“Thank you.” Senyumku
“Eheeemm. Mau minum apa?” Tanya dicky dengan lembut
“Gimana kalo capuchino pake krim? Kayaknya enak deh.” Tawarku
“Oke, pelayan 2 capuchino with krim. Oke.” Tegas dicky pada si pelayan

Kami hanya terdiam, aku asyik dengan BB putih ditanganku. Sedangkan dicky, dia terlihat seperti memikirkan suatu hal yang tak kuketahui. Dan minuman kami pun datang. Kami meminumnya perlahan dan dicky memulai perbincangan,

“Ra, menurut lu. Bisa nggak sih dari sahabat jadi pacar?” Tanya dicky yang mengejutkanku seketika
“Hah? Kamu Tanya apa?” teriakku yang hampir tersendak
“Maaf kalo megagetkanmu ra, menurut lu bisa nggak hubungan yang awalnya sahabat terus jadi cinta?” Tanya dicky untuk kedua kalinya
“Kenapa nggak? Mungkin kok. Tapi biasanya, kalo kayak gitu akhirnya musuhan dan persahabatannya hilang gitu aja. Dan itu buruk pastinya.” Jawabku sembari menghirup aroma capuchino hangatku
“Gitu ya ra. Trus, kalo lu ada dikondisi itu. Lu lebih milih sahabatan atau pacaran?” Tanya dicky terus menyerangku
“Ya jelas sahabat dong sayang. Nyari pacar itu nggak sesusah nyari sahabat. Beneran deh. Jadi mendingan juga pilih sahabatan. So, kenapa lu nanya gini ke gue? Ada masalah?” Tanyaku kembali pada dicky
“Iya ra. Masalah yang udah menjamur dihatiku. Udah membeku disini ra. Dihatiku.” Jawabnya dengan menyentuhkan tanganku pada dadanya yang berdegup kencang
“Lu kenapa sayang? Hayo mikirin cewek ya?” aku yang masih trus bercanda
“Gue sayang lu nara, gue mau lu jadi cewek gue.” Jawabnya lantang
“Dicky?” kulepaskan tanganku darinya dan berlari keluar dari caffe.

 Tak ada satupun fikiran jernih di otakku. Semua tiba-tiba buyar dan menghilang dari nuraniku. Apa yang terjadi? Mengapa semua begini? Hatiku tak karuan rasanya, mendapati hal ini kepada semua sahabatku. Dengan pasrah aku membanting blackberry-ku yang baru saja kubuka. Yang disana tertera sebuah kata menusuk hati. “Aku mencintaimu nara.” Kata yang dikirimkan oleh mereka sang playmaker. Reza dan ilham. Aku shock, aku jatuh dan lemah. Aku butuh sandaran bahu untuk semalam ini. Kuputuskan untuk menelfon rangga untuk menjemputku. Akupun pulang dengan hati yang tak karuan. Semua buyar dan hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar