Rabu, 06 Juli 2011

CINTA HARUS MEMILIH IV (By : Agpra)

“Ra? Lu kenapa sih? Ngos-ngosan gitu?” Tanya rangga yang membuyarkan lamunanku
“Eh, emmm. Nggak ada apa-apa kok. Tenang.” Jawabku gugup namun tersenyum
“Oke, tapi. Ngapain lu ada disana tadi? Sendiri pula? Trus, bukannya lu diundang si playmaker itu buat nonton pertandingan mereka?” cerocos rangga
“Tadi gue habis ngerjain tugas ama kelompok melly, dia ngajak ke caffe. Yaudah gue kesana. Oiya ya, gue lupa tuh sama acara itu.” Jawabku yang ngarsen (ngarang sendiri :D)
“Mau gue anter kesana ra?”
“Engga ah, capek gue. Mau tidur.” Jawabku yang memang kusengaja begini

Rangga menghentikan pertanyaan dan terus melaju. Aku sedikit lega karena dia tak bertanya macam-macam lagi. Namun kini aku bingung. Kata apa yang harus kukirimkan melalui BBku ini? Apa yang harus aku katakana pada dicky? Kenapa aku berlari tanpa pamit? Dan benar, dicky mengirim message lewat BBMku.

“lu kenapa ra tadi? Kenapa pergi gitu aja?”
“Gue shock dik. Gue nggak nyangka lu kaya gini ke gue. Dan gue bingung harus ngapain. So, daripada gue memperpanjang malasah. Mendingan gue pergi. Maaf ya dik.
“Tapi kan nggak seharusnya lu ninggalin gue gitu aja?” Tanya dicky yang pasti khawatir olehku
“Karna gue galau dik, lu ngga tau kana pa yang terjadi sama gue. Lu nggak akan bisa ngerti dik. Gue aja heran, apalagi lu. Jadi gue bener-bener minta maaf ya.”
“Oke, so Cuma sahabat?”
“Apa lu bilang? CUMA? Hei, inget kita udah bangun ini sejak SD dik. Lu mau hancurin itu. Makan tuh sayang lu. Maaf gue kasar, tapi gue nggak suka itu dik.” Bentakku yang mulai memanas
“Ra, nggak gitu maksud gue. Maaf ra.”
“Whatever!”

Kututup BBMku dan kembali focus pada jalanan. Tak terasa, sampailah dirumah rangga. Kenapa kesini? Hmmm? Ada apa lagi?

“ra, biar lu tau semuanya. Makannya gue ajak lu kerumah.”
“Apaan sih ngga?”
“Udah ikut aja.”

Kenapa lagii sih tuhan? Rangga dan aku lalu masuk kerumah, namun tak seperti biasa. Rumah sepi. Karena memang sudah seminggu ini rumah rangga sepi. Kami SM*SH jarang berkumpul setelah kejadianku dan Rafael seminggu yang lalu. Hubungan kami mulai renggang. Hanya aku morgan dan playmaker itu yang masih dekat. Namun setelah kedua playmakerku berkata hal yang menyakitkanku. Akupun ingin menjauh, meninggalkan mimpi buruk ini dan kembali ke alam nyata.

“Ra, kita sampai.” Rangga lalu menggandheng tanganku dan mengajakku masuk ke ruangan di belakang rumah.
“Gue buka ya?” Tanyaku hati-hati
“Silahkan.”

Ngeek ngeek, pintu kecoklatan yang cukup rapuh itu berhasil kubuka. Awalnya aku mengira ini hanya lelucon rangga. Namun setelah aku melihat sekelilingnya dengan baik. Aku tertegun.

“Itu kami semua yang kumpulin ra. Dari foto kita SD, yang using sobek rusak. Sampai foto terbaru kita, 2 minggu lalu di Bali.” Liriih
“Rangga? Gu.. guu gue nggak nyangka kalian sehebat ini.” Air mataku jatuh mengenang cerita manis persahabatanku yang kini terombang-ambing
“Iya ra. Kita sayang banget sama lu ra. Kita semua sayang sama sm*sh. Nggak ada yang mau persahabatan indah ini hancur.” Tegas rangga
“Gue tau kok ngga.” Jawabku terisak

Aku merebah dipelukan rangga. Aku menangis mengingat semua ini akan menjadi memori. TIDAK! Aku tak mau tempat ini hanya menjadi gudang memori kami. Aku ingin tempat ini menjadi tempat kami hingga hari nanti. Jangan akhiri persahabatan ini, aku mohon jangan.

“Rangga, gue harus gimana ngga. Gue nggak bisa kalo terus kaya gini. Gue nggak mau semua musuhan Cuma gara-gara gue.”
“Lu bilang Cuma gara-gara lu? Lu berarti lebih buat kita ra. Kita sayang sama lu. Dan asalkan lu tau, sayang kita ke elu itu lebih ra. Kita nggak bisa control ini. Lama-kelamaan perasaan ini keluar begitu saja.” Jawab rangga pelan
“Jadi? Begitupun lu juga ngalamin hal yang sama?” harapku tidak
“Iya nara. Gue juga sama. Gue sayang banget sama lu. Lu nggak tau kana pa yang kita bicarain kala itu di Bali?”
“Rangga. Apa?” bentakku tiba-tiba
“Kita semua ngaku jujur kalo kita sayang sama lu. Sayang kita itu lebih. Bahkan asal lu tau! Kita udah janjian buat bersaing ngedapetin lu. Kita semua gila karna lu ra!” suara rangga yang mulai meninggi membuatku sakit
“Rangga, lu nggak pernah bantah gue sekasar ini ngga. Lu kenapa? Kalian kenapaa..?” aku menangis
“Karena gue juga mau memiliki lu nara. Tapi gue tau kita nggak akan bisa bersatu gimanapun itu. Kita sahabat. Sahabat.” Pelaan..

Aku tersungkur, duduk lemas tak berdaya. Menangis sekencang mungkin. Itu yang kulakukan. Aku terheran, marah, kecewa sedih sakit dan terluka. Karna tak pernah kusangka, mereka yang aku sayang selama ini merusak hari-hari indahku. Senyum mereka tawa mereka yang menghiasiku, seakan sirna begitu saja. Lenyap, dan hanya menyisakan air mata.

Akhirnya kuputuskan untuk pulang naik taksi, aku ingin segera tidur. Melemaskan ototku yang tegang beberapa hari ini. Masalah datang silih berganti. Namun tetap baying-bayang kejadian yang telah kulalui terus menghantuiku. Aku lelah, ingin kulepas semua beban dipundakku. Ingin sejenak aku melayang atau terbang bersama sang pangeran. Baru saja aku memejamkan mata. HPku berbunyi. Nomer yang belum ternamai muncul. Siapa? Terror? Ada apa? Panic. Namun ternyata..
“Hei nara, ni gue bisma. Gue nggak ganggu kan?”
“Eh elu, gue kira siapa. Nggak kok, tenang aja. Ada apa?”
“Gimana IPAnya? Udah selesei lu cek belum?”
“Oh iya, gue lupa ma. Sori ya. Gue banyak fikiran hari ini. Bener-bener capek.” Keluhku padanya
“Wah, okelah nggak papa. Besok gue kerumah ya. Kita kerjain aja bareng, sambil refreshing. Biar fikiranlu entengan.” Tawar bisma
“okeoke, ide bagus tuh. Mau lu ajak kemana? salon? Spa? Pijat? Atau perawatan lainnya?” hehe, ngelantur
“Dasaar, dandan maniac. Hehe, ada pokoknya. Special tempatnya. Pasti lu jarang ketempat beginian. Gimana?”
“Mmmmm, okeoke. Bisa diterima. Hehe.” Dengan tawaku yang mulai kembali
“Yeee, akhirnya ketawa juga.” Goda bisma padaku
“Apaan sih. Udah udah, gue mo tiduur. Capek. Bye.”
“Oke. Bye.” Tutup bisma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar