Rabu, 06 Juli 2011

CINTA HARUS MEMILIH V (By : Agpra)

Pagii yang cerah menyambutku. Aku yang tak kuasa membuka mata, tiba-tiba teringat akan sesuatu. Janjiku pada bisma yang akan kujalani hari ini. Semoga dia benar-benar mengerti akan hati ini. Galau dan kecewa. Tanganku bergerak menuju BBku yang semalam tak tersentuh. Benar saja, message yang banyak dan BBMku yang banyak pula. Kubuka satu persatu dengan sabar. Dan yang kudapati hanyalah kata maaf dari mereka yang mengecewakanku. Entah rezaa ilham dicky maupun Rafael dan rangga. Nama itulah yang setia nangkring di HPku. Tak seperti aku yang tak terlalu dekat dengan morgan. Dia pendiam. Dan aku tak terlalu menyukainya.

“Noon, bangun non. Ada yang nyariin.” Teriak bibiku yang cukup mengagetkan
“Iya bii, udah bangun kok. Suruh aja masuk. Suruh nunggu aku mandi dulu ya.” Perintahku pada bibi
“Baik non.”

Aku membasuh diri dengan air hangat yang ada. Rileks tenang dan lembut. Kusapukan cairan sabun ketubuhku. Menyerbakkan aroma yang membawaku terbang tak terbatas. Selesaiku berendam, aku segera mengenakan pakaian merahku dengan rok hitam yang pendek. Ini adalah pakaian kesukaanku. Aku lalu berlari meuruni tangga menuju seseorang berpakaian sama denganku. Bisma.

“Hei bisma, sori lama. Hehe, semalem gue ngga tidur nyenyak soalnya. Jadi kesiangan.”
“eh ya… (Bisma menatapku dengan berbinaar)”
“Heh? Liat apaan lu?” tanyaku dengan menggoyangkan tangan dihadapannya
“Eh eh, nggak papa. Hehe, nggak pernah sedeket ini sama Nara sm*sh. Jadi kagum aja. Hehe.” Canda bisma padaku
“Ah, apaan sih. Jangan nyebut nama itu deh.” Aku yang sedikit cemberut
“Eh, maaf ra. Gue nggak tau. Emang kenapa sama mereka?”
“ntar gue jelasin. Jalan yuk.” Ajakku mengandheng tangan bisma
“Ok.”

Kami keluar, perjalanan yang cukup lama dengan mobil bisma. Aku tak tahu kemana arah mobil ini berjalan. Tapi yang kutahu sekarang aku tenang dan nyaman bersama anak baru ini. Semoga dia benar-benar bisa membuatku tenang seperti ini. Selalu.

“Turun yuk. Maaf ya kelamaan. Cukup jauh tempatnya.” Tangkas bisma padaku
“Iya iya, okeoke. Nggak masalah kok. Asalkan tanggung jawab. Kalo sampai gue BT disini. Awas aja lu.” Ancamku
“Hahaha! Okedeh santai neng. Hahaa!” tawa bisma yang lepas
Kami langsung berjalan mengitari kebun teh ini. Sejuk dan dingin. Benar-benar tempat yang nyaman dan menyenangkan. Tak mengecewakan.
“Gimana? Ngecewain nggak?” Tanya bisma selanjutnya
“Sama skali nggak. Its amazing. Lu tau aja selera gue.” Mataku terpaku pada indahnya alam disini.
“Kalo gitu lu mau ngerjain tugas dimana?”

Aku tak menghiraukannya, aku berlari seperti anak kecil yang baru datang di arena bermain. Berlari dan berputar. Kunikmati udara disini. Tak lupa aku memotret keindahan alam yang terbentang. Aku senang dapat sejenak melupakan kejadian yang kualami akhir-akhir ini. Sungguh menenangkan.

Senin tiba. Saatnya untuk kembali kesekolah. Belajar, berkarya dan melakukan hal seperti biasa. Namun kali ini ada hal yang kupertanyakan. Kemanakah ke-6 sahabatku? Kenapa mereka tak ada dikelas? Dan mengapa mereka diganti oleh siswa dari kelas lain? Apa mereka menjauhiku?


“Ra! Buruan keluar, sahabat lu berantem disana. Cepetan!” teriak seorang murid padaku
“Hah? Siapa?”
“Tau buruan deh.”

Aku yang tak percaya, langsung lari begitu saja. Lari untuk melihat suatu kejadian yang tak mampu untuk kujalani. Melihat mereka yang kukasihi menjadi seperti ini. Disana ternyata benar. Kutemui reza dan ilham, playmakerku yang beradu tangan didepan kelas. Hatiku panas, marah, seraya ingin ikut memukuli mereka. Aku mendekat dan.

“Reza Ilham, kalian ngapain. Berhenti!” teriakku.
“Minggir lu ra, lu ngga usah ikut campur urusan cowok. Ini antara gue sama Ilham.” Untuk pertama kalinya reza membentakku
“Lu ngomong apa? Haaah?” aku memangiis dan memberanikan diri untuk menarik reza darisana. Sekuat tenaga aku menarik mereka. Namun justru, kepalan tangan ilham mengenai bibirku dan berdarah.

Duooookk!! “Aaaah.” Aku tersungkur tak berdaya

Ilham dan reza seketika diam dan mengarah padaku. Aku hanya merintih dan semakin liar aku menangis menahan hatiku teriris. Aku yang melihat mereka seperti ini. Hanya bisa menangis. Tak mampu ke memaafkan diriku. Tak sanggup.

“Nara.” Sahut playmakerku bersamaan
“Kenapa? Puas kalian liat gue kayak gini? Ini yang kalian mau kan.” Jawabku dengan teriakkan dan terisak
“Ra, maafin gue. Gue nggak ada maksud..” bantah Ilham yang terpotong
“Ga ada maksud apa? Bilang aja kalian emang mau gue kayak gini. Gue nggak nyangka persahabatan kita berakhir kaya gini. Kenangan!” aku bangkit dan melepaskan pin yang melekat pada jaketku. Pin yang menunjukkan bahwa kami bersahabat.
“Sekarang ambil nih pin. Lepas juga punya kalian. Buang jauh-jauh dan lupain gue. Lupain semuanya!” teriakku seraya melempar pin buatanku bersama Rafael
“Ra, naraa! Maafin kita nara!” teriakkan Ilham yang terdengar jelas namun kuabaikan.

Aku tak sanggup menahan ini. Lebih baik aku pergi dan tak kembali. Hanya kata ini yang ada dibenakku. Setibanya dikelas. Kelas sepi. Entah kemana semua anak disini. Apa mereka juga menjauh. Entahlah, aku tak peduli. Disana ku temukan pula satu set alat P3K yang akhirnya kupakai untuk membersihkan darah dibibirku. Sendiri, aku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar